BUMDes atau Badan Usaha Milik Desa adalah usaha milik desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Lewat BUMDes, desa bisa mengelola potensi lokal, membuka lapangan kerja, dan menambah pendapatan desa. Tapi kenyataannya, banyak BUMDes belum berkembang seperti yang diharapkan. Mengapa bisa begitu?
Mari kita bahas satu per satu tantangan yang sering dihadapi BUMDes, agar kita semua paham dan bisa mencari solusinya bersama.
1. Kurangnya Pengelola yang Paham Bisnis
Banyak pengelola BUMDes di desa-desa adalah tokoh masyarakat yang punya semangat tinggi, tapi belum punya bekal keterampilan manajemen usaha. Padahal, mengelola BUMDes itu sama seperti mengelola perusahaan: perlu perencanaan, pencatatan keuangan, promosi, dan pengawasan.
Tanpa pelatihan yang cukup, pengelola sering bingung menentukan strategi, menetapkan harga jual, atau bahkan membuat laporan keuangan. Akibatnya, usaha jadi jalan di tempat atau malah merugi.
📌 Solusi: Perlu pelatihan rutin tentang bisnis dan keuangan bagi pengurus BUMDes. Bisa kerja sama dengan dinas terkait, universitas, atau lembaga pelatihan.
2. Terlalu Bergantung pada Dana Desa
BUMDes sering didirikan dengan modal awal dari dana desa. Itu bagus, tapi kalau setiap tahun hanya menunggu dana desa tanpa usaha mencari pemasukan sendiri, itu bahaya. Usaha tidak akan mandiri. Kalau suatu saat dana desa dikurangi atau dihentikan, BUMDes bisa kolaps.
Contohnya: BUMDes yang hanya menjalankan simpan-pinjam tapi tidak ada kegiatan ekonomi lainnya. Begitu peminjam macet, uang habis, usaha berhenti.
📌 Solusi: BUMDes harus mulai mencari sumber pendapatan mandiri, misalnya kerja sama dengan pihak swasta, menjual produk lokal, atau membuka unit usaha yang sesuai dengan potensi desa.
3. Minim Inovasi, Kurang Kreatif
Beberapa BUMDes hanya meniru model usaha dari desa lain, padahal kondisi setiap desa berbeda. Ada yang hanya buka toko desa, tapi stoknya sedikit dan tidak bersaing dengan toko swasta. Akibatnya, warga lebih pilih belanja ke kota.
BUMDes juga kadang tidak mengikuti tren. Misalnya, ketika pasar online berkembang, masih banyak yang belum berani jualan lewat internet. Padahal, lewat digital, pasar bisa lebih luas.
📌 Solusi: Ajak anak muda desa untuk ikut terlibat. Mereka biasanya lebih paham teknologi dan bisa bantu promosi atau bahkan buat produk baru.
4. Masalah dalam Mengelola Keuangan
BUMDes itu milik bersama. Maka, pengelolaan uang harus transparan dan bisa diaudit. Tapi banyak kasus di mana tidak ada laporan keuangan, atau kalaupun ada, tidak jelas. Ini bisa menimbulkan kecurigaan dan merusak kepercayaan masyarakat.
Lebih parah lagi, ada yang pengelolanya meminjam uang BUMDes untuk keperluan pribadi. Ini tentu melanggar prinsip dasar BUMDes.
📌 Solusi: Gunakan sistem pencatatan yang jelas dan mudah dibaca. Bisa pakai buku kas manual atau aplikasi keuangan sederhana. Laporan juga sebaiknya diumumkan rutin kepada warga.
5. Kurangnya Dukungan dari Masyarakat
BUMDes akan sulit maju kalau tidak didukung oleh warga desa sendiri. Banyak warga yang tidak tahu BUMDes itu untuk apa. Akibatnya, tidak ada partisipasi. Ada yang cuek, ada juga yang sinis karena pernah dengar kasus BUMDes gagal.
Padahal, kalau dikelola dengan baik, BUMDes bisa jadi kebanggaan desa. Bisa menyerap tenaga kerja, beli hasil tani warga, bahkan bangun fasilitas umum.
📌 Solusi: Lakukan sosialisasi. Ceritakan manfaat BUMDes lewat pertemuan warga, pengajian, arisan RT, atau pamflet. Ajak warga terlibat, misalnya jadi pemasok, mitra usaha, atau pelanggan.
6. Infrastruktur dan Akses Masih Terbatas
Di banyak desa, jaringan internet masih lemah, jalan belum bagus, dan fasilitas usaha belum memadai. Ini jadi kendala saat BUMDes ingin memasarkan produk keluar desa atau mengembangkan usaha digital.
Misalnya, petani punya hasil panen bagus, tapi karena jalan rusak, biaya angkut jadi mahal. Atau, BUMDes ingin buka toko online, tapi sinyal internet tidak stabil.
📌 Solusi: Dorong pemerintah desa untuk mengalokasikan dana pembangunan infrastruktur yang mendukung usaha. Bisa juga ajukan bantuan ke dinas kabupaten atau program CSR perusahaan swasta.
7. Tata Kelola dan Aturan yang Belum Jelas
Beberapa BUMDes tidak punya aturan kerja (SOP), tidak ada kontrak kerja, atau tidak pernah membuat rencana bisnis. Ini berbahaya karena setiap orang bisa menafsirkan kebijakan semaunya sendiri.
Selain itu, ada BUMDes yang belum berbadan hukum. Padahal, sesuai UU Cipta Kerja dan Permendesa terbaru, BUMDes sekarang bisa berbadan hukum seperti koperasi. Tanpa status ini, akan sulit mengakses kredit perbankan atau menjalin kerja sama usaha dengan pihak luar.
📌 Solusi: Perkuat struktur organisasi dan susun dokumen legal yang lengkap. Bisa minta pendamping desa atau konsultan untuk bantu penyusunan AD/ART, SOP, dan perizinan usaha.
Saatnya Berbenah, BUMDes Bisa Jadi Tulang Punggung Desa
BUMDes bukan sekadar proyek, tapi harapan untuk membangun kemandirian desa. Memang tidak mudah, ada banyak tantangan. Tapi kalau dikelola dengan baik, BUMDes bisa memberi dampak besar: membuka lapangan kerja, menambah pendapatan desa, dan menghidupkan ekonomi lokal.
Yang penting, semua pihak harus terlibat. Pemerintah desa, warga, anak muda, tokoh masyarakat, dan juga mitra usaha. Ayo kita dukung BUMDes untuk terus belajar, tumbuh, dan memberi manfaat nyata bagi desa.
Catatan Tambahan untuk Pengelola BUMDes:
- Lakukan evaluasi usaha setiap 3 atau 6 bulan.
- Buat perencanaan keuangan dan rencana usaha tahunan.
- Libatkan warga dalam pengambilan keputusan besar.
- Bangun jaringan usaha dengan BUMDes lain atau pelaku UMKM.
- Jadikan kepercayaan masyarakat sebagai modal utama.
salam untuk kawan kawan se rumah bumdes
Siap Kang Mas Koco,terima kasih banyak atas pencerahannya tentang BUMDes.
Sehat dan sukses selalu Kang Mas.
Terima kasih ulasan ini sangat penting untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya memanage Bumdesa lebih baik dan berdaya guna