Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan salah satu inisiatif unggulan pemerintah pusat membuka cakrawala baru dalam pembangunan ekonomi desa. Melalui program ini, ribuan anak sekolah, ibu hamil, dan kelompok rentan akan mendapatkan akses makanan sehat secara berkelanjutan. Di balik misi sosial tersebut, tersimpan peluang besar bagi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk tidak hanya menjadi pelengkap program, tetapi juga sebagai motor utama dalam pembangunan ekonomi berbasis komunitas. Artikel ini mengulas secara mendalam bagaimana BUMDes dapat mengambil peran strategis dalam skema MBG, dari mulai pengelolaan dapur, penyediaan bahan baku, hingga menarik investasi desa.
BUMDes Sebagai Pengelola Dapur MBG
Dalam skema MBG, pengelolaan dapur menjadi kunci utama. Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) memberikan mandat pengelolaan dapur kepada lembaga berbadan hukum yayasan. Namun, di sinilah letak peluang bagi BUMDes. Dengan membangun kerja sama atau mendirikan yayasan secara legal, BUMDes dapat menjadi pengelola dapur MBG dan memperoleh pendapatan tetap dari sewa dapur sebesar Rp2.000 per paket makanan.
Satu dapur MBG rata-rata melayani 4.000 paket makanan per hari. Artinya, pendapatan yang diterima dari sewa dapur bisa mencapai Rp8 juta per hari atau Rp160 juta per bulan (asumsi 20 hari kerja). Angka ini cukup signifikan, mengingat biaya pembangunan dapur dan peralatannya berkisar antara Rp1,5 hingga Rp2,5 miliar. Dengan asumsi pengelolaan yang efisien, break-even point (BEP) atau titik impas investasi bisa tercapai dalam waktu 1,5 tahun.
Struktur Investasi dan Operasionalisasi Dapur
Investasi awal untuk mendirikan dapur MBG mencakup lahan (minimal 600 m2), bangunan dapur sesuai standar (400 m2), peralatan industri masak, dan dua unit mobil distribusi. Selain itu, biaya operasional per hari yang diberikan oleh pemerintah adalah Rp3.000 per paket, digunakan untuk membayar gaji staf dapur, membeli gas, air, dan logistik operasional lainnya. Komponen terakhir adalah pembelian bahan baku makanan yang juga ditanggung pemerintah, dengan nilai bervariasi antara Rp8.000 hingga Rp10.000 per paket tergantung segmentasi usia dan kondisi penerima manfaat.
Dapur MBG dikelola oleh kepala dapur dari kalangan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang ditugaskan langsung oleh negara. Pembayaran dari pemerintah disalurkan ke rekening virtual bersama antara yayasan dan kepala dapur, sehingga memastikan akuntabilitas dan transparansi.
BUMDes Sebagai Penyedia Bahan Baku (Supplier)
Selain menjadi pengelola dapur, peluang emas lainnya adalah menjadi penyedia bahan baku untuk dapur MBG. Satu dapur dapat mengonsumsi sekitar 3 ton beras dan 32.000 butir telur per bulan. Jumlah ini akan meningkat signifikan bila skala diperluas ke 10 atau 20 dapur. Di sinilah BUMDes dapat memanfaatkan potensi lokal, seperti penggilingan padi, peternakan telur, produsen tahu-tempe, serta buah-buahan desa seperti pisang, salak, dan jeruk.
Namun, agar dapat menjadi supplier, BUMDes diwajibkan mematuhi prinsip keberpihakan terhadap ekonomi lokal. Misalnya, hanya boleh mensuplai beras jika di desa tersebut terdapat penggilingan padi. Demikian juga untuk telur atau tahu, harus ada produsen lokal sebagai mitra utama. Ini membuka peluang BUMDes untuk membangun unit usaha baru berbasis Dana Ketahanan Pangan atau investor desa.
Skema Kemitraan dan Investasi Desa
BUMDes tidak harus memiliki seluruh dana awal secara mandiri. Model investasi terbuka bagi masyarakat desa, diaspora, atau pengusaha lokal dapat diterapkan. Sebagai contoh, dengan investasi Rp250 juta, seorang investor bisa memperoleh bagian 10% dari pendapatan sewa dapur (sekitar Rp16 juta/bulan). Ini adalah bentuk investasi sosial yang aman karena dijalankan oleh program pemerintah dan memiliki dana rutin yang jelas alirannya.
Selain itu, BUMDes dapat menjalin kemitraan dengan yayasan yang telah eksis atau membentuk yayasan baru yang dikelola oleh forum BUMDes secara kolektif. Hal ini untuk memastikan tidak hanya aspek legal terpenuhi, tetapi juga kepemilikan dan kendali dapur tetap berbasis desa.
Strategi Penguatan Peran dan Kolaborasi
Forum BUMDes di berbagai daerah telah mulai menyusun strategi kolektif. Salah satunya adalah pembentukan koperasi Dapur BUMDes yang menjadi agregator dari produksi desa. Koperasi ini menghimpun suplai dari berbagai BUMDes yang kapasitas produksinya masih terbatas, agar tetap bisa memenuhi kebutuhan dapur dalam skala besar secara kontinuitas, kualitas, dan kuantitas.
Melalui pendekatan ini, BUMDes tetap bisa terlibat dalam rantai nilai meskipun tidak langsung memiliki dapur. Kelembagaan kolektif ini juga dapat menjadi jembatan untuk melatih, membina, dan membangun kepercayaan pasar terhadap produk lokal desa.
Manfaat Ganda bagi Desa
Peluang ini bukan hanya tentang pendapatan. Dampak sosialnya sangat luas:
- Memberikan lapangan kerja tetap bagi warga desa (juru masak, pengantar, petugas logistik).
- Meningkatkan daya beli petani dan peternak lokal.
- Mengurangi kemiskinan melalui peningkatan perputaran uang desa.
- Menumbuhkan budaya gotong royong melalui investasi kolektif.
- Meningkatkan gizi anak-anak dan generasi muda desa secara langsung.
Tantangan dan Jalan Keluar
Tantangan utama adalah legalitas yayasan, keterbatasan modal, dan kesiapan manajerial. Namun pengalaman dari DIY menunjukkan bahwa hal ini bisa diatasi dengan:
- Membentuk yayasan bersama (berbasis forum BUMDes).
- Menggalang investasi komunitas atau dana CSR.
- Menjalin komunikasi aktif dengan Kementerian Desa dan BGN.
Kunci suksesnya adalah kolaborasi, ketekunan, dan kesabaran dalam menghadapi birokrasi serta membangun sistem yang transparan dan akuntabel.
Penutup
Program Makan Bergizi Gratis bukan hanya agenda pemenuhan gizi, tetapi bisa menjadi platform transformasi ekonomi desa. BUMDes memiliki kesempatan langka untuk tidak sekadar menjadi pelaksana teknis, tetapi menjadi arsitek ekonomi lokal yang tangguh. Dengan menjadi pengelola dapur, penyedia bahan baku, dan pemobilisasi investasi sosial, BUMDes dapat menjadikan program MBG sebagai lompatan besar menuju kemandirian desa yang sesungguhnya. Sekarang adalah saatnya untuk bertindak, merancang, dan bergerak bersama demi masa depan desa yang lebih sehat dan sejahtera.