Membangun Ekonomi Desa Lewat Budidaya Domba

- Penulis

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:35 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peternakan domba di pedesaan bukan sekadar kegiatan sampingan. Ia adalah peluang emas untuk membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan membangun ketahanan pangan desa. Di tengah keterbatasan lahan, modal, dan akses pasar, banyak desa justru memiliki potensi besar untuk menjadi sentra peternakan domba, asalkan dikelola dengan manajemen yang baik.

Artikel ini disusun sebagai panduan praktis bagi pengelola BUMDes dan perangkat desa yang ingin mengembangkan unit usaha peternakan domba. Berbasis pengalaman praktisi lapangan, seperti Pak Tardi dari Desa Polokarto, artikel ini akan membahas empat pilar utama: manajemen kandang, pakan, bibit, dan pasar.

Mengapa Domba? Mengapa Desa?

Domba adalah ternak yang adaptif, cepat berkembang biak, dan tidak membutuhkan lahan luas. Dalam 6 bulan seekor induk bisa melahirkan anak yang sudah bisa dijual. Tidak seperti sapi yang butuh modal besar, domba bisa dimulai dengan modal 1–2 juta per ekor.

Di desa, sumber daya untuk domba tersedia melimpah: limbah pertanian, lahan pekarangan, SDM keluarga yang bisa dilibatkan, serta semangat gotong royong yang bisa membentuk kelompok ternak. Ini semua menjadi dasar kuat mengapa desa layak menjadi pusat pengembangan domba.

Empat Pilar Budidaya Domba

1. Manajemen Kandang

Kandang adalah rumah bagi ternak, dan kualitasnya sangat menentukan kesehatan serta produktivitas domba. Kandang ideal harus:

  • Bertipe panggung: agar kotoran jatuh ke bawah dan mengurangi risiko penyakit.
  • Ventilasi baik: cukup cahaya dan sirkulasi udara.
  • Tersedia tempat pakan dan air bersih.
  • Ukuran: 1 meter persegi per ekor, agar domba leluasa bergerak.

BUMDes dapat membangun kandang koloni (komunal) sebagai sentra penggemukan atau breeding bersama warga.

2. Manajemen Pakan

Pakan menyumbang 60–70% dari biaya operasional peternakan. Maka, kuncinya adalah efisiensi:

  • Manfaatkan limbah pertanian lokal: daun singkong, kulit kacang, jerami, daun kedelai.
  • Tanam hijauan pakan ternak (HPT): seperti indigofera, rumput gajah mini, kaliandra di tegalan atau lahan pekarangan.
  • Bangun bank pakan: dengan sistem fermentasi jerami atau hijauan untuk stok musim kemarau.

Kelompok ternak bisa dilibatkan dalam pelatihan pembuatan silase dan pakan fermentasi.

3. Manajemen Bibit

Bibit yang baik adalah investasi. Beberapa prinsip:

  • Induk betina: sehat, aktif, berumur 1,5–2 tahun, tidak cacat fisik.
  • Pejantan: agresif, kuat, tidak cacat, dan berasal dari trah unggul (misal: jenis lokal unggul, domba garut, atau cross breed seperti texel-lokal).
  • Hindari membeli domba asal-asalan. Lakukan seleksi ketat atau beli dari peternak terpercaya.

BUMDes dapat bekerja sama dengan kelompok pembibitan atau membeli langsung dari kelompok ternak binaan.

4. Manajemen Pasar

Pasar menentukan keberlanjutan usaha. Strategi yang bisa dilakukan:

  • Bangun jejaring dengan pedagang (blantik), rumah makan, jagal, dan komunitas kurban.
  • Pilah segmen pasar:
    • Domba potong (untuk konsumsi harian dan kurban).
    • Domba breeding (untuk peternak lain).
    • Domba kontes (nilai jual tinggi tapi terbatas).
  • Diversifikasi produk: pupuk organik dari kotoran, wol (diolah jadi benang atau kain), hingga kuliner (sate, gulai, olahan beku).

Beberapa desa bahkan mulai mengembangkan “warung sate” milik kelompok atau BUMDes sebagai outlet hilirisasi.

Model Bisnis BUMDes: Dari Gaduhan Hingga Kemitraan Produksi

BUMDes dapat mengambil peran sebagai pengelola unit ternak melalui berbagai skema:

1. Skema Gaduhan Sosial

BUMDes menyediakan indukan kepada warga (anggota kelompok ternak) secara sistem “gaduhan”. Misalnya:

  • Warga menerima 1 ekor indukan.
  • Ketika melahirkan, anak dijual dan hasilnya dibagi (misal: 20% untuk BUMDes, 80% untuk warga).
  • Setelah dua atau tiga kali beranak, indukan dikembalikan atau diganti baru.

Model ini tidak menekan warga, sekaligus membuat siklus ternak berkelanjutan.

2. Skema Kemitraan Breeding

BUMDes bekerja sama dengan kelompok ternak untuk mengembangkan pembibitan:

  • BUMDes sebagai pemilik indukan dan kandang.
  • Kelompok ternak sebagai operator teknis (merawat dan membesarkan).
  • Bagi hasil atau sistem upah kerja sesuai perjanjian.

3. Skema Komersial Unit Usaha

BUMDes membuka unit usaha sendiri, misal:

  • Sentra breeding: menyediakan bibit unggul ke desa lain.
  • Sentra penggemukan: membeli bakalan, digemukkan 3 bulan, lalu dijual.
  • Warung sate: produk olahan langsung, menyerap hasil ternak warga.

Unit ini bisa membuka lapangan kerja tetap dan menjadi sumber PADes.

Tantangan dan Solusi

Berikut beberapa tantangan utama dan strategi mengatasinya:

Tantangan Solusi
Penyakit domba (mencret, mata merah, keguguran) Bangun kemitraan dengan PPL atau dokter hewan. Sediakan “kotak P3K ternak”. Pelatihan dasar kesehatan ternak.
Keterbatasan modal Gunakan Dana Desa untuk penyertaan modal ke BUMDes. Gandeng koperasi, bank desa, atau lembaga keuangan mikro.
SDM belum terampil Pelatihan rutin: manajemen kandang, pakan, kesehatan ternak. Libatkan peternak berpengalaman sebagai mentor.
Pasar belum terbentuk Bangun branding desa domba. Jalin kerja sama dengan warung sate, RPH, koperasi konsumen. Kembangkan sistem online.

Membangun Kampung Domba: Strategi Berjejaring

Kisah sukses Pak Tardi dari Desa Polokarto membuktikan bahwa desa bisa menjadi kampung domba dengan strategi:

  • Dimulai dari keluarga dan tetangga. Memberi teladan, bukan hanya wacana.
  • Satu RT, lalu berkembang ke satu RW, hingga seluruh desa terlibat.
  • Gunakan pendekatan sosial dan edukatif, bukan bisnis murni.
  • Bangun komunitas ternak yang saling bantu dan berbagi.

Jika satu desa sudah stabil, jejaring antar-desa bisa dikembangkan:

  • Tukar pengalaman dan bibit.
  • Bangun koperasi ternak lintas desa.
  • Koordinasi pemasaran bersama (pasar hewan, mitra industri, platform digital).

Peran Pemerintah Desa dan Pendamping

Agar program ini berhasil, dukungan kelembagaan sangat penting:

  • Pemerintah desa:
    • Menyusun regulasi dan anggaran pendukung (misal: Ketahanan Pangan Dana Desa).
    • Mendorong pendirian kelompok ternak dan koperasi.
    • Memonitor bantuan agar tepat sasaran.
  • TPP dan pendamping desa:
    • Fasilitasi pelatihan.
    • Mendampingi proposal bantuan ke dinas atau provinsi.
    • Menghubungkan jejaring pasar dan teknologi.

Kolaborasi ini menjadikan program bukan sekadar proyek, melainkan gerakan bersama.

Kesimpulan: Domba sebagai ATM Hidup Desa

Peternakan domba bukan hanya usaha, tapi strategi kedaulatan ekonomi. Ia dapat:

  • Menjadi tabungan keluarga.
  • Sumber gizi dan pendapatan rutin.
  • Mendorong gotong royong dan komunitas ekonomi.

BUMDes dan pemerintah desa punya peran penting untuk memulai, mendukung, dan mengorganisir. Dengan manajemen yang tepat, cita-cita menjadi “Kampung Domba” bukanlah mimpi.

Sudah saatnya desa tidak hanya menjadi tempat produksi, tapi juga pusat pertumbuhan ekonomi berbasis ternak yang berkelanjutan.

 

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 4

No votes so far! Be the first to rate this post.

Berita Terkait

Instagram Marketing: Jalan Baru bagi BUMDes Menembus Pasar Digital
Berita ini 169 kali dibaca

Tinggalkan Balasan

BUMDes dan pemerintah desa punya peran penting untuk memulai, mendukung, dan mengorganisir. Dengan manajemen yang tepat, cita-cita menjadi “Kampung Domba” bukanlah mimpi. Sudah saatnya desa tidak hanya menjadi tempat produksi, tapi juga pusat pertumbuhan ekonomi berbasis ternak yang berkelanjutan.

Berita Terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:35 WIB

Membangun Ekonomi Desa Lewat Budidaya Domba

Sabtu, 5 Juli 2025 - 06:02 WIB

Instagram Marketing: Jalan Baru bagi BUMDes Menembus Pasar Digital

Berita Terbaru

Edukasi

Membangun Ekonomi Desa Lewat Budidaya Domba

Rabu, 9 Jul 2025 - 10:35 WIB

Opini

Dana Desa Bisa Buat Ternak dan Tani, Asal Lewat BUMDes!

Jumat, 4 Jul 2025 - 08:35 WIB