Ketahanan Pangan Bukan Lagi Pilihan
Pemerintah desa kini memikul tanggung jawab besar dalam memastikan warganya tidak hanya memiliki penghasilan, tetapi juga pangan yang cukup, sehat, dan berkelanjutan. Salah satu bentuk kebijakan afirmatif dalam hal ini adalah penetapan Dana Ketahanan Pangan (Dana Ketapang), yaitu alokasi minimal 20% dari Dana Desa yang diwajibkan untuk digunakan guna mendukung program ketahanan pangan desa.
Namun demikian, pengelolaan Dana Ketapang tidak boleh sekadar menjadi proyek seremonial tahunan atau pembelian bibit tanpa dampak jangka panjang. Yang dibutuhkan desa adalah model bisnis sosial yang bisa:
- Memberdayakan keluarga pra-sejahtera,
- Menghasilkan pangan untuk konsumsi lokal,
- Dan berputar menjadi aset produktif yang terus tumbuh.
Salah satu inovasi yang layak dicontoh adalah: penyertaan modal Dana Ketapang ke BUMDes untuk program peternakan ayam kampung petelur berbasis bagi hasil. Model ini tak hanya menjawab kebutuhan telur harian warga, tetapi juga memperkuat posisi BUMDes sebagai motor ekonomi sosial desa.
Dana Ketapang Sebagai Penyertaan Modal: Bukan Hibah, Tapi Investasi Sosial
Selama ini, Dana Desa sering digunakan untuk membiayai kegiatan yang cepat habis nilainya—pembagian bibit, bantuan langsung, atau pelatihan lepas. Kini, paradigma mulai bergeser. Dana Ketapang dimungkinkan untuk dimanfaatkan dalam bentuk penyertaan modal ke BUMDes, sebagaimana diatur dalam Permendesa dan UU Desa.
Artinya, desa tidak perlu membagikan dana secara cuma-cuma, tapi bisa menanamkannya ke BUMDes yang akan menjalankan program dengan prinsip:
- Bertanggung jawab sosial,
- Memiliki skema usaha yang berkelanjutan,
- Menjangkau langsung warga pra-sejahtera.
Dana yang disertakan ini bukan sekadar modal usaha BUMDes biasa, melainkan investasi desa untuk menciptakan dampak pangan langsung ke dapur keluarga miskin.
Peternakan Ayam Kampung Petelur: Kecil Skala, Besar Manfaat
Mengapa ayam kampung petelur? Karena jenis usaha ini memenuhi tiga kriteria penting program ketahanan pangan:
- Cepat hasilnya – ayam bertelur mulai usia 5–6 bulan.
- Mudah dirawat – cocok untuk skala rumah tangga.
- Langsung dikonsumsi – telur bisa dimakan sendiri atau dijual.
Bukan sembarang ayam kampung, namun yang dipakai dalam program ini adalah Ayam KUB (Kampung Unggul Balitnak). Ayam ini merupakan hasil riset Kementerian Pertanian dengan keunggulan:
- Bertelur hingga 160–200 butir per tahun,
- Tahan penyakit,
- Cocok dipelihara secara semi intensif di pekarangan rumah warga.
Dengan modal 10–12 ekor ayam KUB per rumah tangga, satu keluarga bisa memperoleh 4–6 butir telur per hari—cukup untuk memenuhi gizi anak dan orang tua.
Skema Bisnis: BUMDes sebagai Lembaga Investasi Sosial
Skema yang ditawarkan adalah penyertaan modal desa ke BUMDes, lalu BUMDes mengelola dana tersebut dalam bentuk:
- Pengadaan bibit ayam KUB dan kandang,
- Pelatihan dasar budidaya untuk keluarga penerima,
- Monitoring dan pendampingan teknis,
- Pengumpulan telur dan pencatatan setoran,
- Penjualan telur atau distribusi untuk konsumsi desa.
📌 Skema Operasional:
- BUMDes memberikan paket usaha ternak ayam KUB kepada keluarga pra-sejahtera.
- Paket berisi: 10 ekor ayam betina + 1 jantan, kandang, tempat pakan, dan pakan awal 1 bulan.
- Nilai total investasi per keluarga: ± Rp 1.250.000
- BUMDes menerima “angsuran telur” setiap minggu sebagai bentuk pengembalian modal.
- Telur dihitung sesuai harga pasar (misal Rp 2.000–2.500 per butir).
- BUMDes mengenakan bunga ringan (misalnya 12% per tahun) sebagai kompensasi biaya operasional dan risiko.
Seluruh telur yang dihasilkan disetor sebagian ke BUMDes (untuk cicilan), dan sisanya dikonsumsi sendiri atau dijual oleh keluarga.
Simulasi Usaha per Keluarga
Komponen | Nilai |
Ayam KUB betina | 10 ekor |
Produktivitas per bulan | 150 butir (10 x 15) |
Harga beli BUMDes | Rp 2.000/butir |
Pendapatan per bulan | Rp 300.000 |
Cicilan ke BUMDes | Rp 122.917/bulan |
Biaya pakan | Rp 150.000/bulan |
Surplus bersih | ± Rp 27.000 |
Setelah setahun lunas, keluarga memperoleh telur tanpa cicilan dan pendapatan penuh. Ini mendorong transformasi dari penerima bantuan menjadi pelaku usaha mandiri.
Manfaat Ganda untuk Semua Pihak
🎯 Untuk Keluarga Pra-sejahtera:
- Akses usaha tanpa modal tunai.
- Telur untuk konsumsi anak dan keluarga.
- Potensi penghasilan dari hasil surplus.
🏢 Untuk BUMDes:
- Menjadi pelaksana program ketahanan pangan.
- Memperoleh pendapatan dari bunga pinjaman dan margin distribusi telur.
- Menunjukkan peran sebagai lembaga sosial-ekonomi desa.
🏘️ Untuk Pemerintah Desa:
- Dana Ketapang digunakan untuk tujuan jangka panjang.
- Mengurangi angka stunting dan gizi buruk lewat asupan protein.
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat pada program desa.
Model Replikasi dan Pengembangan
Program ini bisa dimulai secara pilot di 10 keluarga, lalu dikembangkan ke puluhan bahkan ratusan rumah tangga. Jika satu keluarga menghasilkan 150 butir telur per bulan, maka:
- 10 keluarga = 1.500 butir/bulan
- 100 keluarga = 15.000 butir/bulan
Dengan begitu, desa bisa mulai membentuk ekosistem telur lokal:
- Telur diserap untuk konsumsi posyandu, sekolah, lansia.
- BUMDes menjual telur lebih luas ke pasar.
- Limbah kotoran ayam diolah jadi pupuk organik oleh unit lain di desa.
Saatnya Dana Desa Membangun Dapur Warga
Dana Ketapang jangan hanya digunakan untuk membangun kandang kelompok atau membagikan bibit tanpa arah. Kini saatnya desa memiliki model bisnis yang sosial, logis, dan realistis.
Penyertaan modal ke BUMDes yang dikelola dengan skema produktif seperti ternak ayam petelur bukan hanya menyelesaikan satu masalah, tetapi membuka jalan bagi:
- Kemandirian pangan desa,
- Pemberdayaan keluarga miskin,
- Dan penguatan ekonomi lokal yang berputar dan bertumbuh.
Dengan niat, desain yang tepat, dan manajemen akuntabel, BUMDes bisa menjadi jantung ketahanan pangan desa. Dan ayam kampung petelur? Mungkin ia terlihat kecil, tapi di bawah sayapnya ada peluang besar bagi masa depan desa.